Thursday, December 5, 2013

Am I a creative student?


Leo Sutrisno
Pertanyaan ini cukup menantang untuk ditelaah. Masa depan yang menjanjikan karena  secara internasional pada2030 Indonesia (diramalkan) menjadi negara dengan tata ekonomi terbesar ke-7 (Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential, McKinsey Global Institute,2012). Dalam posisi seperti itu, diperkirakan diperlukan sekitar 110 juta tenaga kerja yang trampil menengah dan berpengetahuan. Siapkah kita memasuki pasar kerja seperti itu. Waktu yang tersisa sekitar 17 tahun-an. Kita masuk atau tetap menjadi tkw-tki.
Ada beberapa survei terkini yang perlu dicermati;
1. Global creativity index Indonesia hanya sekitar 0.04 sedikit di atas Kambodia. Itu berarti nomor 2 dari bawah. (Sumber: Martin Prosperity Institute (2011), Richard Florida (2012), OECD, 2009. PISA: Key Finding: What students know and can do: Student performance in reading, mathematics and science,2013)
2. Analisis Hasil Programme for International Student Assessment (PISA); Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) serta Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) menunjukkan bahwa hampir semua siswa indonesia hanya menguasai pengetahuannya sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6. (Mendikbud, Pengarahan Kurikulum 2013 bagi para  instruktur, 4 Mei 2013).
Kiranya tidak berlebihan jika kita sendiri mungkin merupakan bagian dari kelompok itu, kreativitas kita rendah/kurang. Mengapa? Karena kita terlalu lama mengikuti praktek pembelajaran absolutisme. Dalam tradisi absolutisme terjadi 'pemaksaan' menerima kebenaran yang datang dari 'atas'. Akibatnya sejak usia dini hingga pasca sarjana kita kurang memperoleh pelatihan yang mendorong serta meningkatkan kreativitas. Prektek ini sangat disukai baik oleh pendidik (dosen) maupun oleh peserta didik (mahasiswa) karena zona mereka tergolong nyaman (Leo Sutrisno, 2006).
Bagaimana cara kita keluar dari zona aman sehingga kita lebih dapat meningkatkan kreativitas sendiri? Ada banyak buku-buku motivator yang dapat dipelajari dan dipraktekkan. Namun, yang penting adalah kesediaan diri untuk dipandang 'aneh' oleh banyak orang karena rasa ingin tahunya yang meluap-luap dan memiliki stamina untuk mencoba terus-menerus. Diingatkan bahwa kreativitas merupakan bagian sebuah proses  termasuk proses-proses yang gagal. Kreativitas merupakan salah satu 'power' untuk mewujudkan sesuatu yang tidak terlihat oleh banyak orang. Kreativitas menyusup pada seluruh bagian dari hidup seseorang, baik yang dipikirkan, dirasakan maupun yang dikerjakan.
Karena itu, orang kreatif cenderung akan inovatif. Mereka akan selalu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan; 'jika tidak/bukan.....maka.....'. Sehingga apa yang dihasilkan akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan yang lain. Mereka akan lebih produktif.
Dalam konteks akademis, orang yang kreatif akan melakukan penelitian yang mengandung unsur baru baik masalah, metode maupun kedua-duanya. Tidak hanya itu, mereka juga akan berupaya  untuk mengkomunikasikan temuannya kepada khalayak yang lebih luas dalam bidangnya. Mereka akan menerbitkan buah pikiran di berbagai jurnal ilmiah. Dengan publikasi seperti itu, diharapkan temuan-temuannya dapat memperoleh pengakuan dari masyarakat pengguna (misalnya: dijadikan referensi). Menurut catatan Wall Street Journal pada tahun 2011 yang lalu tercatat di seluruh dunia beredar lebih dari 31 ribu jurnal ilmiah. Bahkan, dikalangan para peneliti beredar 'yargon' "publish or perish" terbit atau terkubur diam-diam. Tentu, bukan seperti yang dilakukan si Peanut-nya Charleews Schulz yang mengharapkan imbalan dari tulisan yang dikirimkan kepada penerbit. Justru sering terjadi sebaliknya, para penulis artikel ilmiah hanya 'sharing' dana untuk menerbitkan tulisannya.
Sekali lagi diingatkan bahwa orang-orang kreatif, inovatif dan produktif sering 'keluar' jalur yang digunakan oleh orang pada umumnya. Beranikah kita? Semoga!

No comments:

Post a Comment